Selasa, 29 November 2011

Penilaian

Seorang pemuda mendatangi gurunya dan bertanya," Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya (biasa). Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya sangat perlu, bukan hanya untuk penampilan tapi juga untuk keperluan lain.

Sang guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata, " Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, ttp lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?"
Melihat cincin gurunya yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, "Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu."
"Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasi." Gurunya menyemangati
Pemuda itupun bergegas ke pasat. Ia menawarkan kepada seluruh penjual di sana.Ternyata,tak seorangpun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga segitu. Ia kembali ke padepokan gurunya dan melapor, "Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak."
Gurunya sambil tersenyum berkata, " Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian."
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali dengan raut wajah yang berbedah. Ia kemudian melapor," Guru, ternyata para pedagang di pasar tadi tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas.
Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi dari pada yang ditawarkan oleh pedagan di pasar."
Gurunya tersenyum, " itulah jawaban atas peertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".
"Emas dan permata yang ada dalam diri seseoarang hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat kedalam jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;